Kamis, 22 Desember 2011

[OPINI]Balada orang pinggiran

Denyut di jantungmu kota
Pusat gelisah dan tawa
Dalam selimut debu dan kabut
Yang hitam kelam warnanya
 
Sejuta janjimu kota
Menggoda wajah-wajah resah
Ada di sini dan ada di sana
Menunggu di dalam tanya
Menunggu di dalam tanya
Tanya

Mengapa semua berkejaran dalam bising
Mengapa oh mengapa
Sejuta wajah engkau libatkan
Dalam himpitan kegelisahan

Adakah hari esok makmur sentosa
Bagi wajah-wajah yang menghiba
 
Lirik dari God Bless yang berjudul Balada Sejuta Wajah itu terngiang-ngiang di telinga saya. Tiap kali saya hunting foto, entah itu di Jakarta atau di kota lain, saya temui orang-orang. Seringnya orang-orang jalanan. Kadang saya iseng ngobrol, entah sekedar berbasa-basi atau ingin mengorek sedikit keterangan, atau cerita dari mereka.
Orang-orang kecil, orang-orang pinggiran, yang kadang saya kagumi semangatnya mencari nafkah. Namun sayangnya nasib lebih sering berpihak kepada orang yang kuat, bukan kepada yang lemah posisinya seperti mereka. Namun, itu tak menyurutkan semangat mereka meraih mimpi, mencari nafkah di kota besar di negeri ini.
Banyak mereka beralasan, lebih baik jualan asongan di kota, daripada jadi beban di desa. Desa mereka yang tak berkembang, kadang karena tidak meratanya pembangunan, bahkan di pulau Jawa sendiri, yang notabene dekat dengan pusat pemerintahan negeri ini. Sayang memang.
Masalah inilah yang juga membuat repot jajaran praja kota besar, mereka merasa kehadiran para pekerja sektor informal ini membuat polusi visual. Para polisi pamong praja paling getol menyingkirkan para pedagang asongan dan kaki lima ini, agar kota mereka terlihat lebih bersih dan tertata.
Yang ada para orang-orang pinggiran ini terpinggirkan, tersisih dari kesempatan mengadu nasib di kota. Ada yang tetap semanngat pantang menyerah, ada yang menyerah, menjadi kriminal atau menjual harga dirinya, daripada kembali ke desa yang kadang tak menjanjikan kehidupan yang lebih baik.

Adakah hari esok makmur sentosa
Bagi wajah-wajah yang menghiba

0 comments:

Posting Komentar