Jumat, 23 Desember 2011

[OPINI] Foto sebagai sumber informasi sejarah



Kalau kita lihat foto-foto di atas, pernahkah kita lihat di buku-buku pelajaran sejarah kita? Sangat jarang bukan? Foto-foto ini adalah sebagian yang dipamerkan di galeri House of Sampoerna, Surabaya. Foto-foto ini juga terpajang di galeri foto jurnalistik Antara di Pasar Baru Jakarta.
Sungguh bagi saya yang pertama kali melihatnya, ini adalah sisi lain dari sejarah yang baru saya ketahui. Sejarah yang hanya menampilkan foto dan literatur yang terbatas, sisanya dituangkan di sini. Digambarkan bahwa dalam foto-foto ini sosok yang sangat kita kenal, namun dalam sudut pandang yang berbeda. Kalau dalam buku-buku sejarah ditampilkan foto-foto heroik perjuangan bangsa kita, namun kali ini kita lihat sisi lembut mereka, yang bagi saya patut untuk ditampilkan pula. Bahkan teman saya sempat terpana oleh ketampanan Jenderal Soedirman yang difoto ketika masa mudanya, hehe
Yah, kadang kita harus melihat dari sudut pandang yang lain dalam menikmati sejarah, meski lewat foto tapi bisa memuaskan hasrat kita untuk belajar melalui peristiwa-peristiwa yang terekam dalam foto tersebut.

[OPINI]Band yang bisa bertahan

Banyak musisi baru bermunculan di kancah musik negeri ini. Banyak yang cepat populer, namun banyak pula yang cepat tenggelam. Bagaimana para produser musik menyeleksi para calon artisnya, apakah dengan konsep "asal laris" atau memang berdasar atas "kualitas".
Namun saya sendiri menemui beberapa band berkualitas, yang masih punya massa dengan musik yang berkualitas pula, masih bisa bertahan di kancah musik sekarang. Kebanyakan band tersebut tidak meniru apa yang sedang hits sekarang, namun mempunyai ciri khas yang malah ditiru oleh band-band baru sekarang.
Apakah ini wujud kreatifitas yang terbelenggu aturan pasar? Mungkin iya, namun kita juga tak bisa memalingkan muka dari kondisi konsumennya. apakah cukup cerdas menikmati musik yang berkualitas, atau juga hanya bisa ikut arus tren yang sudah ada. Sungguh disayangkan bahwa band baru yang muncul secara bombastis namun akhirnya tenggelam dengan umur yang sebentar saja, sekedar mengisi kancah musik negri ini sementara saja.

[OPINI]Narsis, tapi ya jangan kebangetan

Di era kamera digital murah, bahkan yang ada di handphone kita, kalau kita amati semakin banyak kasus foto bugil atau video porno yang beredar, yang ironisnya di dalamnya terpampang wajah si pemilik gadget. Lucu bukan? Itulah wujud ketidaktahuan kita terhadap teknologi yang bisa dimodifikasi atau diutak-atik. Bingung? Kita bahas dulu awal mulanya.
NARSIS
Dengan buaian teknologi fotografi sekarang, orang dengan mudah memotret, termasuk memotret dirinya sendiri dengan berbagai gaya. Sah-sah saja sih, lagi pula kita narsis hanya untuk dinikmata orang-orang terbatas saja. Dimana-mana tempat kita datangi, sebagai bukti kita di sana, kita foto. Kita melakukan hal-hal asik, kita pamerin dengan foto kita di sana. Atau lagi galu dan suntuk ama tugas, iseng-iseng kita berfoto untuk sekedar mengisi waktu galau kita, hehe

Namun kadang narsis ini mulai kebablasan. entah apa yang ada di benak mereka yang berfoto dengan pose aneh-aneh bahkan sampai bugil dan sebagainya. Mereka tidak menyadari resiko di balik itu. Di negara kita yang sangat menjunjung tinggi adat kesopanan, bahkan ada hukumnya secara khusus mengatur tentang pornografi, namun mereka dengan santainya berpose bugil dengan dalih narsis.

Sampai saat gadget mereka hilang atau memory card hilang. Mereka tidak menyadari kecanggihan teknologi bisa merestore file-file yang sudah bisa dihapus dari memory card. Maka muncullah foto-foto mereka di internet, bertebaran dan berpindah secara cepat. Setelah itu hanya tinggal penyesalan. Maka hati-hatilah kalau kalian narsis. Narsisnya yang wajar saja, jangan berlebihan, kalau tak mau mendapat malu di akhirnya. 

[REFERENSI]Wayang Orang Bharata, Satu Yang Masih Bertahan

Kalau kalian sempat main-main ke Jakarta, sempatkan ke gedung satu ini. Namanya Gedung Wayang Orang Bharata, lokasi tepatnya di Senen, sebelum terminal Senen, Jakarta Pusat. Apa isinya? Ya, sebuah pertunjukan Wayang Orang, yang rutin dilaksanakan setiap malam minggu. Kalau kalian mau ngapel tapi bosen nonton film terus, cobalah nonton di sini.
Satu hal yang mengejutkan saya, saya kira penontonnya adalah sebagian besar orang-orang tua saja. Namun ternyata kalangan anak muda, dari yang datang berjalan kaki sampai naik mobil mewah pun ada. Wow, ternyata masih ada penikmat wayang orang yang ada di Jakarta, sebuah kota metropolitan yang sangat kita kenal.


Bagi kalian yang tidak mengerti bahasa Jawa, jangan kuatir. Di setiap pertunjukan, disediakan alat khusus berupa teks berjalan sebagai translater dan narasi cerita pada saat cerita berlangsung. Dengan tiket Rp. 35.000,- saja, kita dapat tempat duduk seperti di bioskop. Jangan kuatir bila anda lapar, kalian bisa memesan makanan pada penjual makanan di luar gedung, bahkan kalian bisa memakannya di saat acara berlangsung.
Mungkin inilah wujud kesenian yang bercoba bertahan di kota metropolitan, yang dulunya sangat digemari berbagai kalangan sampai sekarang. Kalau tidak kita coba lestarikan, kita tak mungkin menunjukkan ke anak cucu kita bagaimana kesenian tradisi kita sebenarnya seperti apa.

[OPINI] Seni tradisi yang mulai ditinggalkan

Dari kalian semua yang membaca post ini, siapakah yang masih menyukai seni tari tradisional kita? Siapakah yang masih menikmati menonton pertunjukan seni tradisional kita? Atau yang lebih memilih menonton konser boy/girl band yang lagi "hits" di negeri ini? hehe
Pastinya sudah jarang yang masih memilih seni tradisional negeri ini. Entah kenapa, banyak alasan misalnya membosankan, ga gaul atau alasan lain yang menahan untuk tidak mencoba menikmati seni tradisional negeri ini. Padahal sebenarnya ada banyak cara mengapresiasi seni yang satu ini. Kuncinya adalah keunikannya.
Dari beberapa seni tradisional yang kita punya, pernahkah mengamati bahwa setiap daerah mempunyai keunikan sendiri-sendiri. Pernahkah kalian penasaran apa keunikan tiap seni daerah kita? Sungguh sebenarnya kita kaya akan seni tradisional. Dan menikmatinya adalah sebuah anugrah tersendiri, karena sangat jarang kita menjumpainya di era teknologi dan gempuran seni asing di negeri ini. Bagi saya yang hobi fotografi, hal ini adalah obyek yang sangat langka dan sebuah kesempatan menampilkan karya yang jarang ditampilkan fotografer lain.
Suatu kali saya berkesempatan memotret sebuah pertunjukan Reyog Ponorogo di kota Madiun, dalam rangka sedekah bumi. Seharusnya saya waktu itu harus kembali ke Surabaya untuk memulai kuliah, namun saya sempatkan memotret moment langka ini. Ternyata, sang pemilik grup kesenian ini terkesan dengan foto-foto saya, karena jarang ada orang mau memotret khusus pertunjukan mereka. Bahkan saya kembali diajak memotret pertunjukan mereka nanti bulan April 2012, di Magetan. sungguh kami berdua sangat mengapresiasi seni Reyog ini dari sudut berbeda.
Mungkin tak ada salahnya kalau kita semua mengapresiasi seni tradisional daerah kita. Sekali-sekali galau menikmati seni daerah yang sudah jarang ditampilkan, hehe. Karena kemungkinan besar kita juga tak akan menemui hal seperti ini lagi kelak, entah sudah tenggelam ditimpa gempuran seni dari luar yang memang digemari anak muda sekarang.

[OPINI]Menunggu itu mengasyikkan

Menunggu memang membosankan. Namun seringkali kita dihadapkan dengan situasi seperti ini. Bagaimana reaksi kita? Kebanyakan sih sebel, tapi apa kalian sadar, ternyata dalam menunggu kita diberi waktu untuk melakukan beberapa hal yang sebenarnya cukup asik untuk dilakukan, dan juga bermanfaat tentunya.
1. Membaca buku atau berita
Hal pertama ini paling sering kita lakukan. Cukup selalu selipkan sebuah buku novel, atau komik favorit kalian di dalam tas. Sebenarnya tak ada ketentuan buku apa yang harus dibaca, tapi usahakan yang isinya ringan. Apalagi kadang waktu untuk menunggu tidak akan selalu sama. Atau kalau ada koran, lumayanlah. Waktu kita bisa untuk menambah wawasan. Apalagi kalau berita yang dibaca adalah berita aktual yang sedang hangat dibicarakan. Siapa tahu nanti kita berdiskusi mengenai berita tersebut. Kita sudah ada persiapan.
2. Mendengarkan musik
Kalau ini khusus buat kita yang bermodal lebih, minimal hape yang mempunya fitur pemutar musik. Selalu sempatkan memilih lagu untuk kita pindahkan ke hape. Juga selalu bawa headset, gak lucu kan kalau kita dilihat orang-orang, nyetel musik kenceng lewat speaker hape, hehe.
3. Mereview kembali rencana yang akan dilakukan
Kadang kita menunggu sesuatu, ketika kita dalam proses melakukan suatu rencana. Dan kadang suatu rencana itu perlu kita review lebih dalam lagi, supaya lebih mantab saat kita melakukannya. Selalu sediakan buku notes kecil, dan buatlah cek list apa yang harus kita lakukan, dan reviewlah di waktu senggang kita. Maka di saat menunggu ada manfaat bagi kita.
4. Belajar mengamati manusia
Di saat menunggu, kadang kita hanya menjadi sebuah titik di dalam kesibukan manusia di sekitar kita. Kadang saat itu kita bisa mengamati orang lain, tanpa mereka rsih saat kita amati. Kalau saya seringnya mengamati ekspresi setiap orang, menebak apa yang di pikiran mereka. Bagi saya sih sungguh mengasyikkan, tapi ga tau buat kalian. Karena menurut saya, ilmu dalam mengamati ekspresi orang dapat membantu kita bersikap dalam menghadapi orang lain.
5. Bermain handphone
Inilah yang paling sering mengisi waktu kita, entah ketika menunggu atau tidak. Banyak fitur hape sekarang yang membantu kita mengisi waktu menunggu. Dari sms, chatting, main game sampai membaca e-book. Tapi ya gitu, semakin canggih hapenya, semakin banyak fiturnya, semakin mahal harganya..haha

Jadi sebenarnya menunggu bukan cuma berakhir pada kegiatan ngedumel, membuang waktu saja. Menunggu bisa jadi bermanfaat apabila kita mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat pula.

[RESENSI] Film "THE BANG BANG CLUB"


Genre    :    Action
Rilis    :    April 22, 2011
Sutradara   :    Steven Silver
Screenplay    :    Steven Silver
Produser    :    Adam Friedlander, Daniel Iron, Lance Samuels
Distributor    :    Paramount Pictures

Peran media, dalam daerah yang sedang dilanda konflik, sering menjadi jembatan informasi dari daerah tersebut kepada dunia. Dari sebuah berita yang tidak diketahui oleh dunia, hingga menjadi sebuah berita yang menggemparkan, tak lepas dari peran media dalam menyampaikan kebenaran beritanya, meski untuk mendapatkannya dibutuhkan usaha yang tak mudah.
The Bang Bang Club adalah film yang diangkat dari kisah nyata 4 fotografer muda pemberani yang masuk ke dalam pertempuran ras : Greg Marinovich (Ryan Phillippe), Joao Silva (Neels Van Jaarsveld), Kevin Carter (Taylor Kitsch), dan Ken Oesterbroek (Frank Rautenbach). Mereka berjuang untuk hidup dan bekerja keras selama periode ini, karena kebrutalan perang rasial dan kekerasan terkait pemilu bebas pertama pasca apartheid di Afrika Selatan era 90-an, agar dapat menunjukkan karya terbaik mereka kepada dunia. Berlari, sembunyi, uji nyali di antara desingan peluru dan di tengah pertikaian, membuat jantung berdebar.
Tapi kerja keras mereka terbayar. Greg Marinovich mendapatkan Pulitzer dengan karya fotonya "Zulu Spy 1992" (supporters SAANC burning alive a man) dan Kevin Carter mendapatkan Pulitzer Prize dengan karya fotonya "Bearing Witness 1994" (gadis Sudan kelaparan yang di dekatnya ada burung bangkai sedang menunggu gadis tersebut mati untuk dimakan).
Film ini diangkat dari buku berjudul MARINOVICH AND SILVA. Buku yang bertutur tentang sensasi ketegangan pasca perang ras di Afrika Selatan dan moral untuk mengungkap kebenaran ini ditulis oleh Greg Marinovich dan Joao Silva setahun setelah tewasnya Oesterbroek dan bunuh dirinya Kevin Carter pada Juli 1994
http://www.retronaut.co/wp-content/uploads/2011/06/1991.jpg  (Zulu Spy 1992)
http://kimberlywillis.files.wordpress.com/2010/11/pulitzer4.jpg (Bearing Witness 1994)
 Mungkin film ini bisa menjadi sumber inspirasi untuk para fotografer jurnalis, bahwa konflik yang terjadi tak menyurutkan nyali untuk mengungkapkan kebenaran kepada dunia, meski hanya melalui foto. Seringkali bahkan sebuah foto dapat bercerita banyak, daripada perkataan yang panjang lebar. Banyak sekali pesan moral  yang bisa diangkat dari hanya sebuah foto. Dan kebenaran itulah yang ingin disampaikan oleh para fotografer pemberani tersebut.

Kamis, 22 Desember 2011

[OPINI] Kota, di mana impian ditumpukan

Semakin lama kita amati, kehidupan di kota besar semakin sesak saja. Tak hanya di Jakarta, di Surabaya sekarang pun saya merasa bahwa kondisi perkotaan semakin padat dengan penduduk, jalanannya yang penuh dengan kendaraan. Banyak kriminalitas terjadi di setiap sudut kota. Sampai kapan hal ini mencapai titik jenuhnya? Berbagai impian gemerlap ibukota seakan memancing setiap orang untuk berlomba-lomba menuju ke kota. Namun mereka bahkan tak tahu bagaimana nasib mereka kelak.
Suasana yang semakin ramai, penuh sesak, kadang kita anggap sebagai wujud bertambah makmurnya masyarakat negeri ini, namun kadang lebih sering kita temui, jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Jarak antara keduanya semakin terlihat. Di sana-sini dibagunlah apartemen mewah, sementara dalam prosesnya harus menggusur lahan perumahan masyarakat kecil. Atau banyaknya mobil mewah di jalan, sementara di pinggir jalan banyak tunawisma tak terurus memenuhi pojok-pojok jalanan ibukota.
 
Mungkin ada masanya nanti, jurang pemisah itu tak ada. Di mana semua orang bisa menikmati hasil jerih payah mereka. Mereka bisa menikmati enaknya hidup, entah di kota atau di kampung halamannya. Dan mimpi gemerlap tak hanya ada di kota, tapi juga di seluruh daerah di negeri ini.

[RESENSI]Kawasan Kota Tua Jakarta

Apakah ini foto di luar negeri? Apakah ini foto tahun 1900-an? Bukan! Ini foto yang saya jepret baru-baru saja, tahun 2011. Lokasinya di sekitar Museum Fatahillah Jakarta, di kawasan kota tua Jayakarta. Kalau kalian berkesempatan ke Jakarta, luangkan waktu untuk bernarsis-narsis ala retro di sana.

Karena bangunan dan suasana di sana sangat mendukung untuk berfoto, kadang beberapa fotografer profesional sering menggunakan beberapa gedung di sana sebagai properti foto mereka. Dan tak jarang pula anak-anak muda berkumpul di sana, membawa kamera dan memakai kostum jaman dahulu untuk berfoto di sana. Selain tempat untuk bernarsis ria, di kawasan kota tua ini memang ada beberapa museum yang sayang untuk dilewatkan. Selain Museum Fatahillah yang berisi tentang sejarah kota Batavia sebelum berdirinya Jakarta sekarang, juga ada museum uang Mandiri, Museum Wayang dan juga museum keramik. Banyak bukan? Dan itu masih dalam satu kawasan. Jadi tak perlu berjalan jauh atau naik angkutan untuk mencapai semuanya.

Atau kalau kalian sedang taidak ingin berkunjung di museum, pelataran Museum Fatahillah lumayan nyaman untuk sekedar nongkrong menikmati keramaian, atau kalau ingin mencicipi kuliner khas Jakarta yaitu kerak telor..hehe.

Untuk mencapai kawasan kota tua, sangat mudah. Cukup dengan menaiki Transjakarta koridor I dari terminal Blok M, turun di Stasiun Kota, maka kita hanya tinggal beberapa meter lagi masuk kawasan Kota Tua Jakarta. Jangan lupa pajang foto kalian untuk kenang kenangan. Selamat menyambut liburan!!

[OPINI] Kisah bapak pengamen

"ingat nak...bapakmu melakukan ini dengan ikhlas...bapak tak akan malu menjalaninya, karena yang bapak lakukan ini halal...semua demi kamu nak...biar kamu tak minder dengan teman-temanmu, biar kamu bisa sekolah...maka sykurilah ini semua nak, dan jangan sia-siakan masa sekolahmu...karena bapak akan sangat sedih melihatmu tak bahagia kelak"

Saya temui bapak ini di pelataran Museum Fatahillah Jakarta. Hanya dengan modal rebana, dia mengamen dengan menyanyikan lagu-lagu pujian. Hasil yang didapat tak seberapa, namun dia bangga menceritakan bahwa anaknya semuany bersekolah dari hasil dia mengamen.

Semua apa yang kita punya sekarang, mungkin beberapa besar bagiannya adalah andil dari orang tua kita, kerja keras dari ayah kita, Bila ayah atau ibumu cuma seorang pekerja kecil-kecilan atau cuma seorang pengamen jalanan, jangan sepelekan mereka. Karena dalam lubuk hati mereka, mereka akan melakukan apa saja demi kebahagiaan kita.
Segala kekurangan mereka janganlah jadi alasan kita untuk malu mempunyai orang tua seperti mereka. Karena kita sendiri pun tak bisa memilih untuk dilahirkan dari keluarga yang kaya atau bukan. Namun kaya atau bukan, semua yang dilakukan orang tua kita tetap untuk membuat kita berbahagia.



[OPINI]Balada orang pinggiran

Denyut di jantungmu kota
Pusat gelisah dan tawa
Dalam selimut debu dan kabut
Yang hitam kelam warnanya
 
Sejuta janjimu kota
Menggoda wajah-wajah resah
Ada di sini dan ada di sana
Menunggu di dalam tanya
Menunggu di dalam tanya
Tanya

Mengapa semua berkejaran dalam bising
Mengapa oh mengapa
Sejuta wajah engkau libatkan
Dalam himpitan kegelisahan

Adakah hari esok makmur sentosa
Bagi wajah-wajah yang menghiba
 
Lirik dari God Bless yang berjudul Balada Sejuta Wajah itu terngiang-ngiang di telinga saya. Tiap kali saya hunting foto, entah itu di Jakarta atau di kota lain, saya temui orang-orang. Seringnya orang-orang jalanan. Kadang saya iseng ngobrol, entah sekedar berbasa-basi atau ingin mengorek sedikit keterangan, atau cerita dari mereka.
Orang-orang kecil, orang-orang pinggiran, yang kadang saya kagumi semangatnya mencari nafkah. Namun sayangnya nasib lebih sering berpihak kepada orang yang kuat, bukan kepada yang lemah posisinya seperti mereka. Namun, itu tak menyurutkan semangat mereka meraih mimpi, mencari nafkah di kota besar di negeri ini.
Banyak mereka beralasan, lebih baik jualan asongan di kota, daripada jadi beban di desa. Desa mereka yang tak berkembang, kadang karena tidak meratanya pembangunan, bahkan di pulau Jawa sendiri, yang notabene dekat dengan pusat pemerintahan negeri ini. Sayang memang.
Masalah inilah yang juga membuat repot jajaran praja kota besar, mereka merasa kehadiran para pekerja sektor informal ini membuat polusi visual. Para polisi pamong praja paling getol menyingkirkan para pedagang asongan dan kaki lima ini, agar kota mereka terlihat lebih bersih dan tertata.
Yang ada para orang-orang pinggiran ini terpinggirkan, tersisih dari kesempatan mengadu nasib di kota. Ada yang tetap semanngat pantang menyerah, ada yang menyerah, menjadi kriminal atau menjual harga dirinya, daripada kembali ke desa yang kadang tak menjanjikan kehidupan yang lebih baik.

Adakah hari esok makmur sentosa
Bagi wajah-wajah yang menghiba

[OPINI] Alat atau manusianya?

Pernah mengamati ga? Anak muda sekarang sudah banyak yang punya hobi fotografi, apalagi ditunjang dengan gear yang mantab, dan didukung semakin murahnya harga gadget fotografi, maka semakin menjamurlah para pehobi fotografi, plus dengan gear terbaru dan tercanggih.
Lalu muncullah anggapan bahwa hobi fotografi adalah hobi yang menguras isi kantong. Apalagi muncul fenomena berupa anggapan bahwa semakin mahal harganya maka akan semakin bagus hasilnya. Hehe, sah-sah saja sih beranggapan seperti itu. Tapi pernah ga kalian sadari, sebenarnya bukan alat yang menjadikan foto itu bagus, tapi orang yang pegang kameralah yang menentukan hasil dari foto tersebut. Bagaimanapun juga secanggih-canggihnya sebuah kamera atau lensa, brainware di balik penggunaan alat tersebut tetap memegang peranan terbesar.

Hal ini tidak melulu pada dunia fotografi saja. Di berbagai bidang lain juga berlaku demikian. Secanggih apapun tool yang kita gunakan untuk membantu mengatasi masalah, namun apabila dalam penggunaannya ternyata faktor manusianya tidak mengerti apa yang digunakan, maka hasilnya juga tak akan maksimal. Seakan-akan kita dibuai dengan kemudahan teknologi, namun sayangnya kita sendiri tak tahu bagaimana menggunakannya.
Dalam dunia fotografi, beberapa fotografer terkenal bahkan hanya menggunakan sedikit alat, namun mereka tahu bagaimana memaksimalkan alat mereka untuk hasil terbaik. Kebanyakan hasil karya mereka lugas, tegas dan tanpa banyak edit. Kalau saya sih masih banyak edit, itu pun belum bisa bagus juga, hihi. Tapi sebuah ketekunan tetap harus dipertahankan, untuk belajar dan untuk memaksimalkan apa yang kita punya, apa yang terbatas bagi kita, menjadi hasil yang tak terbatas. Selamat berkarya!

[OPINI]Ibu

IBU
Bagaimana di dalam pikiran kalian mendengar kata itu? Kangenkah? Senang? Sedih? Atau merasa bersalah? Setiap kita pasti pernah mendengar kata IBU, bahkan mungkin itulah kata yang paling kita ucapkan, yah walau cuma waktu kita kecil saja. Pernahkah kita melupakan sosok ibu dalam hidup kita?Mungkin saat kita sukses, gembira atas keja keras kita, kita melupakan peran ibu dalam mendukung kesuksesan kita. Mungkin kita melupakannya saat menikmati kesuksesan kita. Namun faktanya peran ibu dibalik orang-orang yang sukses sangatlah besar. Mungkin selama ini kita belum menyadarinya.
Banyak sekali contoh-contoh perjuangan seorang ibu bagi kesuksesan anaknya. Mereka bahkan mempertaruhkan nyawa agar kita bisa lahir dengan selamat ke dunia ini. Sungguh apabila kita hitung jasa seorang ibu, tidak akan kita dapatkan angka pastinya, melainkan sebuah ketakjuban, bahwa ternyata kita takkan bisa membalas jasa ibu kita.
Namun, kadang kita temui anak-anak yang tak menyadari perjuangan seorang ibu, bahkan menghilangkan perannya dalam kehidupannya. Ada yang malu mempunyai ibu seorang pembantu, atau malu mempunyai ibu yang biasa saja. Padahal tak ada yang bisa membandingkan perannya dalam kehidupan, meski tak menyertakan apa status ibunya di dunia, apakah seorang istri pejabat atau pembantu rumah tangga sekalipun. Sungguh sayang, bahkan di depan orang banyak bisa menghina seorang ibu, hanya karena tidak membelikan apa yang anak itu inginkan. Seolah pendidikan moral yang ditanamkan lenyap begitu saja.
Dan, apabila kita telah kehilangan ibu kita, hanya kesedihan dan penyesalan yang panjang. Kita tak pernah menyadari pentingnya peran seorang ibu bagi kita, sebelum kehilangannya. Jangan sampai lah kita seperti itu. Kasih ibu dari dia hidup sampai akhir hayatnya, janganlah kita sia-siakan. Doa-doa yang beliau panjatkan demi keberhasilan kita janganlah kita salahgunakan. Tunjukkanlah kepadanya bahwa kita bisa menjadi orang yang diharapkannya.
 
Kasih ibu,
kepada beta
tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi,
tak harap kembali,
Bagai sang surya, menyinari dunia.


Rabu, 21 Desember 2011

[RESENSI]GUNG HO


Rilis    : March 14, 1986
Genre : Comedy, Drama
Sutradara : Ron Howard, Tony Ganz
Pemain : Michael Keaton, Gedde Watanabe, George Wendt, Mimi Rogers, John Turturro, So Yamamura, Sab Shimono, Rick Overton, Clint Howard, Jihmi Kennedy, Michelle Johnson, Rodney Kageyama, Rance Howard, Patti Yasutake, Jerry Tondo, Dennis Sakamoto, Stanford Egi, Martin Ferrero, James Ritz, Dock P Ellis Jr., Richard M McNally, Jean Speegle, Thomas Ikeda, Noboru Kataoka, Mariye Inouye
Produser : Ron Howard, Tony Ganz, Deborah Blum, Jan R Lloyd
Penulis Naskah : Lowell Ganz, Babaloo Mandel, Edwin Blum



Cerita bermula ketika Hunt Stevenson (Michael Keaton) ditunjuk untuk mewakili para pekerja di sebuah kota di Hadleyville, Pensylvania untuk pergi ke Jepang melakukan presentasi kepada para pimpinan Assan mobil, agar membuka kembali pabrik mobil yang sebelumnya telah ditutup di kota tersebut. Dia berharap mereka mau “menghidupkan” kembali pabrik dahulunya mengalami kebangkrutan tersebut, karena banyak penduduk kota yang tinggal di sekitar pabrik yang menggantungkan hidupnya dari pabrik mobil tersebut, sekaligus menyelamatkan warga kota tersebut dari keterpurukan ekonomi.

Dengan presentasi yang ala kadarnya di depan dewan direksi Assan Motor, semula Stevenson menganggap usaha yang dilakukannya ini tidak  berhasil,  tetapi  ternyata selang beberapa  hari setelah kembali ke Amerika Serikat, Hunt mendapatkan kabar bahwa pihak Assan Motor Company bersedia membuka kembali pabrik itu. Hal ini tentunya disambut gembira oleh seluruh warga Hadleyville. Penyambutan meriah pun dilakukan oleh penduduk kota.

Dalam rangka menjalankan kembali pabrik, Assan Motor menunjuk Hunt Stevenson sebagai mediator atau penghubung antara kepentingan para pekerja dengan pimpinan dan staf pabrik untuk melakukan pendekatan kepada warga Hadleyville agar bekerja kembali di pabrik motor tersebut.

Mula-mula gaya kepemimpinan ala Jepang yang diberlakukan oleh Kozihiro dianggap masih wajar oleh para pekerja, namun lama kelamaan ketatnya peraturan yang diberikan oleh pihak manajemen dari Jepang tersebut membuat marah para pekerja. Kahirnya muncul gesekan antara para pekerja, manajeman dan bahkan dengan Hunt sendiri. Namun Hunt dapat meyakinkan bahwa pabrik akan terus berjalan, bahkan apabila pekerja dapat memenuhi syarat yang diajukan oleh manajemen untuk memproduksi 15 ribu mobil, agar upah pekerja dinaikkan.

Namun dalam prakteknya, Hunt menemui kesulitan dalam memproduksi 15 ribu mobil. Bahkan dia harus berbohong agar para pekerja tetap mau bekerja mengejar target tersebut.
Di film ini banyak sekali hal-hal yang kita petik pelajaran, meski dalam film tersebut penuh dengan kelucuan karena usaha memadukan gaya kepemimpinan Jepang yang super ketat dan kaku, serta kepemipinan ala Amerika yang lebih manusiawi. Keduanya mempunyai kelebihan, meski tidak bisa ditampik tentang adanya kekurangan. Namun, sosok pemimpin dalam film ini dapat memberikan pelajaran di kehidupan nyata bahwa seorang pemimpin itu tidak harus melulu seperti orang Jepang yang kaku seperti robot, atau tidak harus santai terus seperti orang Amerika, namun kita dapat mengambil hal-hal yang baik darinya.

[OPINI]Sekolah untukmu

Kalau mau sekolah..
Kudu kerja dulu…
Jadi sekolah buat apa kak?
Pertanyaan itu meluncur begitu saja, dari Yatun, anak perempuan asongan yang berjualan di pelataran Monas, Jakarta. Sebelumnya saya bertanya, kenapa jualan asongan? Dan mengapa dia tak bersekolah?
Saya juga bingung menjawabnya. Sungguh sebuah kenyataan yang baru sekarang saya menyadarinya. Yah, meski banyak anak usia sekolah yang kebetulan beruntung mendapatkan pendidikan, lebih sering dicekoki apa cita-cita mereka nantinya setelah lulus sekolah, namun pertanyaan tadi menunjukkan betapa sekolah pun belum cukup menjamin kelangsungan hidup anak-anak seperti Yatun. Minimal untuk mendapatkan nafkah.
Kadang di masa menuntut ilmu kita belum menyadari benar apa tujuan kita dalam menuntut ilmu itu sendiri. Padahal kenyataan di lapangan, betapa susahnya mendapatkan pekerjaan, atau bahkan ikut dalam persaingan ketika kita berusaha menciptakan lahan usaha baru.
Tulisan ini bukan untuk menurunkan semangat kalian dalam menuntut ilmu. Namun sekedar memberi gambaran, bahwa dunia kerja nantinya adalah dunia yang keras, suatu usaha survival yang membutuhkan semangat dan keuletan agar tidak hanyut atau bahkn tenggelam dalam persaingan.
Untuk saat ini saya hanya bisa menjawab kepada Yatun, “ Kalau kamu sekolah, kerjaan kamu ga bakal kaya gini terus. Bisa jadi nanti kamu kerja di kantor atau kamu punya perusahaan sendiri”

Sabtu, 10 Desember 2011

[OPINI]Inovator atau follower?

Kalo kalian amati sekarang, apakah musik sekarang mulai monoton, hampir se aliran atau satu genre kah? Dimana munculnya penyanyi baru pasti diikuti dengan kemiripan, entah itu ide, tampilan atau aura penyanyi pendahulu. Apakah di sini kita sudah kehabisan stok untuk menciptakan sosok penyanyi atau musisi yang bisa memberi warna baru musik negeri ini? Musimnya melayu..melayuuu semua. Musimnya boyband n girlband Korea...samaaa semua, rame-rame bikin band, asal masuk tv dengan suara paspasan. Demi dapetin screaming dari penontonnya... Yak, market demand-lah yang sering dijadikan kambing hitam, meski memang kebanyakan pada mengambil untung dengan jalan mudah. Memasarkan apa yang lagi hits di masyarakat. Kalo udah ga musim atau ga laku lagi siap-siap lah mereka ganti haluan, ada yang nyambi main sinetron atau kalo ga ya balik jadi tukang cendol..haha. Jadi musisi musiman istilahnya. :D
Tapi kalo kita liat sisi baliknya, scene indie pun tak kalah ramai. Munculnya penyanyi-penyanyi berbakat di luar jalur major label tak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan tanpa kita sadari, mereka ini bahkan sudah mempunyai massa (baca: penggemar) di luar negeri, karena seringnya mereka tak kebagian panggung di negri sendiri dan ironisnya laris manis ditonton di luar negeri. Coba kalian cek, cari lah di Google nama-nama seperti Frau, Endah n Rhesa atau yang paling gampang Shaggy Dog asal Yogyakarta. Inilah nama-nama yang setia pada ide orisinalnya dalam bermusik, yang tetap menghasilkan musik yang berkualiatas dan digemari oleh penikmatnya. Nama yang jarang muncul di panggung-panggung musik lip sync di stasiun tv macam yang biasa kalian tonton..hehe
Foto ambil dari : http://musik-bawahtanah.blogspot.com/2010/11/frau-penyanyi-muda-berbakat-serta-unik.html
Dari fenomena ini memberikan kita gambaran. Bagaimana kualitas musisi negri ini, dan bagaimana kualitas para penikmatnya. Atau bahkan memberi kita pelajaran, tak cuma di musik saja. Apakah kita bakal terus ikut-ikutan atau menjadi inovator, menemukan sendiri ide yang lain dari yang lain, out of the box namun tetap berkualitas. Dan karya yang kita hasilkan tetap bisa dinikmati banyak orang. Karena sebuah karya, meski bagus, meski banyak mendapat penghargaan atau apresiasi, kalo tak bisa dinikmati atau bermanfaat bagi orang lain, sia-sia aja.

*seperti yang saya tulis di awanpikiranku.wordpress.com
Pic link : http://musik-bawahtanah.blogspot.com/2010/11/frau-penyanyi-muda-berbakat-serta-unik.html

Selasa, 06 Desember 2011

[OPINI]Bu Poniyem, salah satu yang terlupakan?

Beliau adalah orang yang ikut sharing dengan kelompok Jutatar, ketika kunjungan mahasiswa mata kuliah Keterampilan Interpersonal di Lipensos Dinas Sosial Kota Surabaya, Keputih Tegal 6 Desember 2011. Dari kisah yang diceritakannya, beliau masuk panti sosial ini hanya karena razia kartu identitas, saat ia hendak menuju Kupang dari kampungnya, untuk membantu bekerja di warung kerabatnya.
Saat ini dia mengaku tak bisa menghubungi keluarganya untuk menjemputnya, karena untuk keluar dari panti sosial ini, harus dengan sepengetahuan keluarganya. Dia sangat ingin bertemu keluarganya, terutama anaknya yang paling kecil, dari keempat anaknya. Dia sangat mengkhawatirkan anaknya tersebut.
Namun dalam benak saya, apakah memang keluarganya tak mencarinya? Sementara beliau ini tidak membawa informasi sedikitpun mengenai keluarganya, entah itu nomor handphone atau nomor telepon rumah yang bisa dihubungi. Beliau sendiri tidak bisa membaca dan tidak bisa berbahasa Indonesia.
Ibu Poniyem (baju merah)

Untuk saat ini, saya hanya ikut berdoa. Saya ikut merasakan kesedihannya, ingin bertemu dengan keluarga tapi tak bisa. Saya pun mengalaminya juga. Mungkin dalam taraf yang berbeda. Tapi semoga usaha dan daya upaya yang telah Bu Poniyem lakukan bisa terbayar untuk bisa bertemu dengan keluarganya lagi. Bagi siapa saja yang mengenalnya, beliau ada di Lipensos Dinas Sosial Kota Surabaya, Keputih Tegal. Mungkin ini saja yang bisa saya berikan, bantuan yang tak berarti. Namun sungguh berarti bagi saya, di saat saya juga dalam keadaan yang sama.

Sabtu, 03 Desember 2011

[GALERI]Foto-foto saat saya sealay kalian dulu :D


Susah ternyata mencari foto-foto saat saya masih jadi alay dulu, haha. Mungkin karena jaman dulu belum ada kamera digital, kadang penyimpanan cetakan foto yang ga benar malah bikin rusak fotonya. Jadi inilah diaaa...!!!
Jaman SMA (1998-2001)
Muka saya masi kurus, begeng...wkwkkwk
Jerawatnya masi blom banyak
I was somewhere on the background..haha
Liat sendal yang saya pake, sempat ngetren saat itu
Haha, hair fail!!
Saya di bagian belakang














Masa Kuliah di STAN Jakarta (2001-2004)
Masa-masa pusing, tapi banyak kegiatan asik coz kuliahnya lumayan nyantei... :D
Habis UAS Accounting yang berdarah-darah dan penuh airmata
Ternyata saya pernah narsis di depan kamera  (w/ Adhit )
Bareng anak-anak Teater ALIR STAN sehabis latihan rutin :D
Band pertama di kampus, diajakin anak semester 5, padahal masih maba..haha
Masa awal kerja di Mukomuko Bengkulu (2005)

Mandi di pantai..haha

Keliatan bedanya kah? :D

update :
foto-foto lain pas keliling Indonesia..halah
Diklat Pra Jabatan 2005 di pusdiklat penerbangan Palembang

abis subuh puasa tahun 2006 di Pantai Panjang, Bengkulu

membuka kantor baru di Mukomuko
personel KPPN Mukomuko jadul

di jalan ini mau tidur juga bisa...kendaraan lewat setengah jam sekali :D

ups...temen turing ane lagi iseng... :D