Jumat, 11 November 2011

[RESENSI]Alangkah Lucunya Negeri Ini



  • Judul Film : Alangkah Lucunya Negeri Ini
  • Skenario   : Muzfar Yasin
  • Sutradara  : Deddy Mizwar
  • Genre       : Komedi
  • Pemeran   : Reza Rahadian, Deddy Mizwar, Jaja Mihardja, Slamet Rahardjo, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin

Ingin tahu sebuah kritik sosial kepada negeri ini melalui sebuah film? Cobalah tonton film ini! Film yang disutradarai oleh sineas yang namanya tentu sangat kita kenal, Deddy Mizwar dengan judul “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Film ini mengangkat tema kritik sosial, mencoba menyuarakan betapa pendidikan, dalam bentuk apapun akan mengangkat derajat kita, serta mengentaskan dari kemiskinan, sebuah masalah klasik yang menimpa sebagian masyarakat di negeri ini. Meski bertema serius, Dedduy Mizwar mampu mengolahnya ke dalam bentuk komedi yang segar, yang kadang menyentil telinga kita, kala mendengar celoteh peran-peran dalam film yang digambarkan sebagai para pencopet kecil, serta mampu memberikan gambaran nyata kehidupan masyarakat kelas bawah di negeri dengan apa adanya.

Film ini mengambil setting cerita di sebuah pojokan ibukota, dengan bangunan-bangunan yang kontras antara rumah-rumah penduduk yang padat, dengan gedung-gedung pencakar langit, serta keramaian pasar dan tempat-tempat pusat kegiatan perekonomian lainnya. Di situlah cerita bermula, ketika seorang Muluk (Reza Rahadian) pemuda lulusan sarjana, yang ternyata setelah lulus kuliah dia tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Bahkan, hal ini pun kenjadi kekhawatiran orang tua Muluk, yaitu Haji Makbul (Deddy Mizwar). Namun Muluk sendiri tak patah semangat. Dukungan dari sang ayah selalu mengalir untuknya, serta dari Rahma (Sonia) dan calon mertuanya Haji Sarbini (Jaja Miharja), walau kadang suka menyindir soal pekerjaannya.

Suatu ketika, saat sedang bingung mencari pekerjaan, Muluk tanpa sengaja bertemu dan berkenalan dengan Komet (Angga), seorang pencopet cilik yang dijumpainya di pasar. Oleh Komet, Muluk kemudian dikenalkan dengan Jarot (Tio Pakusadewo), pimpinan dari sekelompok pencopet anak-anak yang seringkali beraksi di masyarakat. Karena pertemuan ini, timbullah ide Muluk untuk melakukan sebuah usaha, Muluk menawarkan sebuah kerjasama pada Jarot. Ia akan mengelola penghasilan yang didapat dari setiap pencopet di setiap harinya. Muluk beralasan, dengan cara ini, maka sedikit demi sedikit, uang tersebut akan terkumpul dan para pencopet cilik tersebut nantinya dapat membuka sebuah usaha dan tak perlu lagi mencopet. Dengan mengenakan biaya 10% dari hasil setiap mencopet akan diberikan pada Muluk, Jarot pun setuju menjalani kerjasama tersebut.

Ternyata usaha yang dikelola Muluk cukup berhasil, meski Muluk harus menyembunyikannya dari ayahnya. Akhirnya dia mengajak rekannya Syamsul (Asrul Dahlan), seorang sarjana pendidikan yang menganggur untuk mengajari para pencopet cilik ini membaca dan menulis, serta budi pekerti, serta Pipit (Ratu Tria Bravani) yang juga sarjana untuk mengajari mengaji. Dalam hati kecil Muluk, timbul niat untuk  mengangkat derajat para pencopet kecil ini, dari mencopet ke pekerjaan yang halal, tanpa harus mencopet.

Lama kelamaan usaha Muluk ini mendatangkan hasil, meski tak mudah mengubah anak-anak pencopet ini dari kebiasaan-kebiasaan anak jalanan menjadi lebih “berpendidikan” maski dalam arti sosial dan relijius, bukan sebagai anak sekolahan. Tantangan demi tantangan pun juga datang, seiring semakin besarnya usaha Muluk untuk memberikan mereka pekerjaan yang lebih baik daripada mencopet.

Usaha-usaha Muluk inilah yang berusaha digambarkan dalam film ini, sebagai sebuah kritik. Kritik kepada negeri ini yang tak cuma bisa kita pandang dari satu sudut pandang saja, pengentasan kemiskinan. Ada banyak sekali kritik yang bisa kita gali dalam film ini, mengenai pendidikan kewarganegaraan, budi pekerti, masalah sosial seperti pengangguran serta kriminalitas yang ternyata mempunyai sisi lain yang tak pernah kita temui, yang digambarkan pada film ini.

Dalam film ini pun digambarkan kelompok masyarakat kelas bawah di negeri ini, yang banyak tersebar di kota-kota besar namun kadang tidak kita sadari keberadaannya. Sebuah gambaran yang memang benar-benar ada dan terjadi di negeri ini. Seperti misalnya Muluk yang merupakan gambaran dari beberapa juta lulusan sarjana yang menganggur, yang menghadapi tekanan sosial harus mendapatkan pekerjaan, yang harus bekerja meski bukan pada bidangnya atau setumpuk masalah lain yang menghadang  para calon lulusan sarjana lain di negeri ini.

Selain itu, unsur konflik keagamaan pun diangkat di film ini, ketika terjadi pertentangan antara Muluk dengan Haji Makbul, Haji Sarbini dan Hadi Rachmat (Slamet Rahardjo) ayah dari Pipit,  yang tak setuju masalah 10% uang hasil mencoet yang digunakan sebagai modal usaha, karena dianggap haram. Di sini konflik masalah agama pun dihadirkan dengan tema sederhana.

Dengan ciri khas film-film garapan Deddy Mizwar yang bertema nasionalis dan relijius, cerita karya Muzfar Yasin ini divisualisasikan dengan dukungan sederet bintang-bintang yang tak kita ragukan lagi di dunia perfilman. Nama-nama seperti Deddy Mizwar sendiri, Slamet Rahardjo, Tio Pakusadewo, Jaja Mihardja, hingga aktris Rina Hasyim yang mendapat bagian peran pendukung di film ini.

Bahkan permainan akting para aktor dan aktris senior pun, tak berarti menenggelamkan akting para aktor dan aktris muda yang berada di posisi sebagai pemeran utama di film ini. Reza Rahadian membuktikan bahwa penampilan Reza yang sederhana mampu menghidupkan karakter Muluk yang ia perankan. Penampilan Reza juga mendapatkan dukungan akting yang pas dari dua pemeran sahabatnya, Pipit (Ratu Tika Bravani) dan Samsul (Asrul Dahlan). Yang tak kalah memukaunya tentu saja pemeran dari pasukan copet cilik yang berisi sekelompok aktor berusia muda. Penampilan mereka, dipimpin oleh Angga sebagai Komet dan Boy sebagai Glen, yang seringkali memberikan unsur hiburan di sepanjang film ini.Tak heran, akting dari para pemain film ini bukanlah sebuah hal yang dapat dipermasalahkan.

Di bagian akhir film kita mendapati sebuah quote, yang diambil dari pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi “ Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara” yang menegaskan tujuan fim ini dibuat, yang berusaha menyindir para elit negeri ini, untuk memperhatikan para masyarakat bawah negeri ini, meski dengan hal yang dirasa kecil, “pendidikan”.

Akhirnya, melalui film ini, kita dapat mengambil banyak pelajaran, baik dari dalam dialog yang ada dalam film ini maupun gambaran yang divisualisasikan daml film ini. Bahwa pendidikan, meski di negeri ini belum mampu mengubah nasib seseorang, namun mampu mengangkat derajat kita lebih tinggi. Dan kita pun diberi pelajaran bahwa “bungkus’ seseorang tak selamanya berisi orang-orang yang kita pikirkan, cuma doktrin stereotip yang kita terima dari kecil yang mempengaruhi penilaian kita, bukan sebuah kondisi yang sesuai fakta. Misal gambaran reaksi para haji ketika mengetahui anak-anak bimbingan Muluk adalah para pencopet, itulah gambaran reaksi sebagian besar orang di negeri ini bila ternyata mereka duduk berdampingan dengan seorang pencopet.

Dan patut kita apresiasi pula usaha Muluk dalam film ini, untuk memberi perubahan meski dianggap belum berarti. Tapi bayangkan jika semua orang di negeri ini adalah orang-orang seperti Muluk, bagaimana sebuah usaha yang sekecil apapun, akan merubah keadaan negeri ini, Keadaan yang anda tahu dan alami sendiri, keadaan yang mencoba disindir dalam sebuah fim apik yang berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini”

2 komentar: